Friday, May 27, 2016

Terbelenggu kabut Baby Blues


Makhluk mungil itu bernama Eras, umurnya baru seminggu. Menggeliat dalam bungkusan kain yang tak terlalu kencang. Memandang polos ke arahku seolah ingin dirangkul. Lalu tangisnya pecah.


Aku, Ibunya..hanya memandangi dengan mata nanar. Tak ada keinginan untuk memeluknya, tak ada keinginan untuk menyusuinya. Aku hanya diam mematung, bertanya dalam hati, "mengapa engkau lahir!".

Semua Ibu yang baru saja melahirkan pasti sangat bahagia. Saya pun begitu, memandang pertama kali makhluk mungil itu adalah keajaiban, sampai syndrom Baby Blues datang merenggut semuanya. Tangisnya tak lagi membahagian, memeluknya tak lagi melegakan.

Semua berawal rasa kesepian dan kesendirian. Hari kedua melahirkan, saya sudah harus mengurus 2 anak sekaligus. Kakanya baru berumur 2 tahun, dan saya dengan jahitan yang belum kering, harus mengasuh keduanya tanpa bantuan. Naik turun tangga untuk mencuci dan menjemur popok dan kain bekas ompol si bayi, menyiapkan makanan untuk si sulung.

Ketidak hadiran suami, yang saat itu bekerja di luar kota menambah beban saya. Saya lelah, merasa sendiri. Saya merasa sedih. Suami yang memang jarang menghubungi jadi salah satu faktor pemicu baby blues. Saya jatuh.

Saya sering menangis tanpa sebab, saya enggan menyusui karena takut malah menyakiti Eras. Namun, saat mereka terlelap, saya akan mengecek nafas mereka hampir setiap menit. Takut mereka meninggal, saya akan sibuk mengirimkan pesan pada suami jika dia tak memberi kabar, takut suami saya juga mati, takut juga kalau-kalau saya yang mati duluan.

Ini memicu pertengkaran, saya menuntut banyak pada suami. Mulai dari dia tak boleh pergi dengan teman-temannya, saya membatin. Suami pergi setelah kerja, saya dirumah berdaster ria, mengurus 2 anak, berlumur muntahan si kecil. Dunia tak Adil!!

Dulu, saya tak pernah banyak menuntut pada suami, saya tak pernah melarang ia pergi kemanapun. Tapi sekarang, saya akan ngamuk dan mengirimkan hampir puluhan pesan jika ia lama tak membalas pesan saya.

Saya merasa gila, saya menelantarkan anak-anak. Dan saya mengemis perhatian dari suami. Semua yang dilakukan suami terasa kurang, apa yang ia lakukan menjadi salah dimata saya.

Akhirnya, saya sadar. Saya harus bangkit!!

Saya membicarakan pada suami apa yang saya rasakan. Dia mengerti, namun saya tetap merasa kurang karena fisiknya tak dapat direngkuh. Saya ingin dia ada didepan mata saya, memeluk dan mendengar langsung bahwa semua akan baik-baik saja.

Ketakutan saya semakin menjadi-jadi, takut saya akan menyakiti anak-anak. Setiap malam saya tak bisa tidur, kurang makan, bobot saya berkurang banyak (meski tetep gak kurus juga :p). Badan tak terurus, anak-anak apalagi.

Saya hanya bisa tidur nyenyak dengan bantuan Obat tidur, itupun hanya beberapa jam, tak sampai 3 jam setiap malam. Saya sering mual dan muntah jika perut ini dimasuki makanan. Masalah pekerjaan? Saya selalu mencoba untuk profesional, dan tetap bekerja dengan baik. Meski ujung2nya kena SP jugak sih gegara banyak lalainya hahaha..

Saya mulai membaca-baca banyak artikel tentang baby blues, saya mulai merasa lega karena ternyata hampir 50% ibu hamil mengalami hal ini. NAMUN, perbedaannya adalah ada yang ringan dan ada juga yang agak berat. Karena jika sudah sangat berat ini bukan lagi baby blues, tapi sudah masuk ke area Postpartum Depression.

Thanks tu Mba Pungky yang mau baca curhatan saya yang super panjang di tengah malam buta. *big thanks Mba*

Ibu yang baru saja melahirkan, sangat-sangat tidak boleh ditinggal sendiri. menurut Bidanku.com:
"Pada saat kehamilan, ibu banyak mengalami perubahan besar baik fisik maupun non fisik termasuk di dalamnya perubahan hormon. Begitu juga pasca melahirkan, perubahan tubuh dan hormon kembali terjadi lagi. Perubahan-perubahan yang kembali terjadi pada diri anda akan sangat mempenngaruhi perasaan ibu. Penurunan secara drastis kadar hormon estrogen dan progesteron serta hormon lainnya yang di produksi oleh kelenjar tiroid akan menyebabkan ibu sering mengalami rasa lelah, depresi dan penurunan mood."

Tidak ada support dari lingkungan dan ketidak hadiran suami, akan menjadi pemicu hal ini juga terjadi. Ini bukan karena istri Anda manja, haus perhatian, atau gila!

Bantu ia bangkit, bukan menjauhinya. Sampai saat ini, sisa-sia baby blues masih ada. Namun, sudah mulai berkurang.

Karena suami saya tak bisa ada disamping saya, maka saya harus bangkit sendiri. Ini yang saya lakukan untuk mengurangi semuanya:

1. Cobalah ikhlas menerima keadaan diri. Ikhlas dan pasrah. Pasrah bukan menyerah ya :)
2. Menyediakan waktu untuk diri sendiri, saat anak-anak tidur, saya akan mandi dengan air hangat dan merilekskan diri.
3. Cobalah untuk bahagia, lakukan apapun yang bisa membuat Anda bahagia.
4. Tetaplah berpikiran positif. Meski sulit, tapi hal ini sangat penting.
5. Lihat dan pandangi anak-anak, mereka butuh Ibunya hadir secara utuh.

Untuk para suami, cobalah lebih memanjakan istri-istrinya setelah melahirkan. Pujilah, meski istri berlumuran muntah, kumel, ia adalah Ibu yang telah melahirkan anak-anakmu. Bantu untuk ia bangkit, peluk, dan bilang bahwa semua akan baik-baik saja dan ini akan segera berlalu.

Dan setelah hampir 5 bulan, saya bisa menyatakan 90% sembuh, saya sudah mulai bisa tidur tanpa obat tidur, malah sekarang molor mulu. Saya sudah bisa makan tanpa muntah. Malah nafsu makan saya bertambah, timbanganpun bertambah jugak. Ya, I'm Happy now!!




15 comments:

  1. Selamat ya mbak, akhirnya bisa melewati baby blues.

    Alhamdulillah saya selama ini ngungsi ke rumah ortu kalau lahiran biar ada teman. Yah walaupun kadang stres dikit tapi gak sampai baby blues

    ReplyDelete
  2. Makasih Mak,,Orang tua sya sibuk kerja juga mak :( jd saat itu meski ngungsi ke rumah ortu gak membantu banyak.

    Terima kasih sudah menyempatkan membaca:D

    ReplyDelete
  3. mbaakkkk i feel it :' yang terpenting sebenernya support dari pasangan dan keluarga saat kondisi kita gak stabil. hugs mbak, sehat selalu! salam kenal :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah itu, kmaren suamik lg jauh,, ga ngedampingin jadi ya.. kena deh hehe

      salam kenal juga mba :)

      Delete
  4. Mba tika, saya masih single blm menikah, tp ini jadi ilmu yg berharga buat bekal nanti apabila punya baby. Selamt mba sudah berhasil bangkit, semoga selalu sehat ya mba.

    ReplyDelete
    Replies
    1. nanti pas udh nikah sodorin artikel baby blues suamiknya haha

      Amin,semiga sehat selalu juga ya siti :)

      Delete
  5. Makasih mbak Sharingnya, sangat bermanfaat bt saya yg calon ibu

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih sudah menyempatkan membaca... semiga sehat sampe lahiran ya.. dan di jauhkan dari baby blues. Amin

      Delete
  6. Semangat ya Mbak!! Dulu mungkin saya tidak tahu baby blues...tapi mungkin tanpa saya sadari saya mengalaminya kalau baca cerita Mbak ini. Mungkin ada tingkatan keparahannya ya Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih, iya banyak tingkatannya, tp kalau sudah sampai membahayakan jiwa sendiri dan baby udah masuk postpastrum depsretion bukan baby blues lg

      Delete
  7. langsung sodorin artikelnya ke suami aku nih mba biar ada gambaran kalo nanti hamil dan melahirkan, makasih banyak mba sharingnya.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama.. semoga tidak melewati masa2 ini ya.. :)

      Delete
  8. Salut sama Mbak Tika yang sanggup ditinggal suami dalam kondiai hamil. Aaya juga hampir ditinggal tugas ke Kalimantan ketika usia kandungan 8 bulan. Tetapi saya menangis. Saya tidak siap untuk ditinggal sendirian. Alhamdulillah akhirnya suami berhasil nego untuk tidak tugas ke Kalimantan. Kalo jadi tugas, saya tidak tahu apa yang bakal terjadi pada saya. Yaa Allah... Perjuangan mwnjadi ibu...

    ReplyDelete